Senin, 13 Juni 2011

next...PERIODISASI KONFLIK DI DAERAH POSO-MOROWALI




Dampak serangan balasan yang paling sering disorot adalah hancurnya kompleks pesantren di Km 9, selatan kota Poso, yang terkenal dengan sebutan Pesantren Walisongo. Peristiwa inilah kemudian di-blow up oleh sejumlah media Islam bergaris keras untuk menjustifikasi deployment lasykar-lasykar mujahidin dari Jawa, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, bahkan Sumatera Utara, membantu lasykar mujahidin lokal pimpinan Ustadz Adnan Arsal, seorang pegawai Departemen Agama Kabupaten Poso asal Sulawesi Selatan. Kebebasan bergerak berbagai kelompok mujahidin dari luar – termasuk yang kemudian diidentifikasi sebagai Jamaah Islamiah — dijamin sepenuhnya oleh sejumlah pejabat pemerintah di Palu (provinsi) dan Poso (kabupaten). Sebelumnya telah beredar petunjuk-petunjuk perakitan senjata api di antara kedua komunitas agama di sana, yang serta merta menumbuhkan industri perakitan senjata di kedua komunitas. Hal ini dibarengi penyebaran amunisi ke kedua komunitas yang berasal dari sumber utama senjata dan amunisi Angkatan Darat, yakni PT Pindad. Namun dukungan yang lebih terbuka, yang sesungguhnya sudah dirintis oleh sejumlah perwira polisi dan tentara sejak pertengahan 2000, lebih banyak dinikmati oleh milisi Muslim, yang walaupun sangat majemuk dan penuh persaingan satu sama lain, seringkali hanya diberi satu label, yakni Lasykar Jihad. Maka sempurnalah eskalasi konflik di antara kedua komunitas menjadi konflik bersenjata api, di mana komunitas Muslim berada di atas angin. Ini terbukti dari kehebatan serangan kilat ke lima desa di Kecamatan Poso Pesisir tanggal 27 s/d 29 November 2001, di mana serangan milisi Muslim mendapat dukungan sejumlah kendaraan dan alat-alat berat milik dinas-dinas di lingkungan Pemerintah Daerah Poso. Peristriwa ini yang kemudian mengundang tekanan internasional, yang akhirnya mendorong Menko Kesra Yusuf Kalla memprakarsai pertemuan di kota dingin, Malino, 19-20 Desember 2001. Memang, pertemuan di kota dingin itu berhasil memaksakan semacam “gencatan senjata” di antara kedua komunitas yang bertikai. Namun pertemuan itu juga melanggengkan ‘sesat fikir’ dalam melihat akar permasalahan konflik itu. Sebab yang ditekankan dalam pertemuan itu, serta berbagai pertemuan pendahuluannya yang juga dimediasi oleh Jusuf Kalla dan pejabat-pejabat lainnya, hanyalah agama dari para aktor. Bukan faktor-faktor lain, seperti etnisitas dan kelas. Padahal, akar konflik itu, seperti yang akan saya uraikan di bagian-bagian berikut, adalah upaya komunitas-komunitas pribumi Poso – khususnya suku-suku Lore, Pamona, dan Mori – untuk memperjuangkan kedaulatan mereka di kampung halaman mereka sendiri. Kedaulatan yang mereka rasa sudah terancam oleh dominasi para migran dari Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan di bidang ekonomi, politik, dan budaya. Terutama setelah pembangunan jalan raya Trans-Sulawesi mempermudah arus migrasi dari Selatan ke Kabupaten Poso yang kaya dengan berbagai sumber daya alam. Perlawanan komunitas-komunitas pribumi Poso sejak kerusuhan gelombang ketiga, juga lebih bercorak etnis ketimbang Kristen. Baik ritus-ritus yang dijalankan untuk menyiapkan penyerangan – seperti ritus dimandikan oleh orang-orang tua yang dipandang punya kekuatan magis, untuk mendapatkan kekebalan — sampai dengan pantangan menyembelih hewan piaraan di kampung, selama milisi pergi menyerang, bukan digali dari tradisi Kristen, tapi lebih banyak dari tradisi-tradisi Pamona pra-Kristen. Memang, ada kepercayaan yang dipegang teguh oleh milisi-milisi penduduk asli yang sejalan dengan ajaran Kristen, misalnya larangan memaki, mencuri, serta memperkosa perempuan komunitas lawan yang diserang.

2 komentar:

  1. ini pelajaran bagi kita semua, jangan lupa bhw kejadian ini adalah skenario asing. mereka melihat bhw indonesia sangat mudah diadu domba soal SARA.

    BalasHapus
  2. Tulisan2 anda yg tak terbukti hanya memancing keruh suasana, lihat sendiri gadis2 yg di perkosa dan anak2 yg di bunuh dr kalangan muslim,tulisan anda pun mengakui "..menyerang pesantren dan memperkosa .."

    BalasHapus